Cara Menghilangkan Dampak Trauma: Belajar dari Surah Yusuf
1.Mengenali apa yang tersimpan dalam diri
Nabi Ya’qub memahami perasaan yang tersimpan dalam diri beliau yaitu perasaan sedih yang teramat sangat karena kehilangam Nabi Yusuf kemudian kesedihannya bertambah-tambah dengan kehilangan yang kedua.
Memahami perasaan yang tersimpan dan menyadari ada luka batin yang masih belum sembuh akan membuat jiwa lebih stabil, tidak lagi penuh dengan tumpukan emosi yang tidak terdefinisi. Dari situ, akan muncul kejernihan dalam berpikir dan bertindak.
Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).
Qs. Yusuf : 84
2.Melepaskan emosi negatif yang tersimpan dengan mengadu kepada Allah.
Saat kita bercerita, kita sebenarnya sedang mengurai benang kusut dalam pikiran dan hati. Emosi negatif seperti marah, sedih, takut, atau kecewa bisa berkurang intensitasnya begitu kita ungkapkan. Dan sebaik-baik tempat mengadu untuk menumpahkan semua perasaan adalah dengan mengadu, berdoa kepada Allah.
Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”.
Qs. Yusuf : 86
3.Memaafkan dan tidak menyimpan dendam
Perjalanan hidup yang menyakitkan tidak membuat Nabi Yusuf mengalami problem baik pada fisik, psikis atau kepribadian beliau, barangkali rahasianya adalah lapangnya jiwa beliau, beliau seorang yang pemaaf dan sangat lembut. Beliau mampu memaafkan tanpa mengungkit kesalahan orang lain atau menyebutkan kembali peristiwa pahit yang di alami.
Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang”.
Qs. Yusuf : 92
Maka Yusuf menjawab mereka dengan kemuliaan dan kemurahan hatinya, “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu”, maksudnya aku tidak memaki dan tidak pula mencela kalian “mudah-mudahan Allah mengampuni kamu, dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang”, Yusuf memaafkan mereka dengan sepenuhnya tanpa disertai mendiskreditkan mereka dengan menyebutkan kejahatan yang pernah mereka perbuat. Ia memohon ampunan dan rahmat bagi mereka. Ini adalah puncak sifat kebaikan yang tidak akan muncul kecuali dari orang-orang istimewa dan orang-orang terpilih dari kalangan orang-orang pilihan.
Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H
4.Bersabar terhadap ketentuan Allah dan melihat hikmah di balik setiap peristiwa, seberat apa pun ujian yang terjadi.
Nabi Yusuf fokus melihat kebaikan Allah di balik semua ujian berat yang dialaminya. Beliau tidak menyesali atau menyalahkan keadaan, tetapi bersyukur atas segala pertolongan dan kelembutan Allah dalam mengatur hidupnya.
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Qs. Yusuf : 100
Diantara ungkapan yang sangat indah Nabi Yusuf pada apa yang telah menimpa beliau:
“Sesungguhnya Rabbku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki”, Dia menyalurkan kebajikan dan kebaikanNya kepada seorang hamba tanpa dia (hamba itu) sadari dan menempatkannya pada kedudukan yang tinggi yang bebas dari segala urusan yang dibencinya. “Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui”, segenap perkara yang zahir dan batin, rahasia-rahasia para hambaNya serta bisikan hati mereka. “Lagi Mahabijaksana”, dalam meletakkan perkara-perkara pada waktunya yang telah ditentukan.
Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H.
Allahu a’lam
Ummu Hanifa
Team DAWRA Healing